Jumat, 19 Juni 2009

Ayat Allah Pada Diri Manusia


Allah berifrman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. ( QS 30 : 21 )

Melalui firmanNya ini, Allah ingin menegaskan kepada kita tentang pasangan hidup kita, dengan menyebut kata isteri, yang dalam teks Bahasa Arabnya disebut dengan kata azwaja yang lazimnya diterjemahkan dengan pasangan. Penggunaan kata isteri, yang menunjukkan gender atau jenis kelamin perempuan, jika dipahami secara harafiah seakan-akan ayat ini terlalu mengistimewakan kaum lelaki, dan menjadikan kaum perempuan sebagai pelengkap belaka.

Namun demikian, jika kita runut dari mula pertama Allah menciptakan manusia, maka Allah menggunakan dua istilah. Yang pertama Allah menciptakan al-basyar, yakni manusia jasad, yang terbuat dari tanah, atau dari saripati yang terbuat dari tanah, atau kadang-kadang juga disebut sebagai air yang hina yang dipancarkan dari tulang sulbi kaum lelaki. Kemudian Allah menegaskan bahwa setelah sempurna bentuk jasmaniahnya lalu Allah meniupkan ruhNya pada al-basyar, sehingga ketika itu terjadilah perkawinan atau pernikahan antara ruhNya dengan al-basyar, sehingga secara hakikat, kaum lelaki di sini adalah ruh yang berasal dari Allah, dan kaum perempuan adalah al-basyar yaitu jasad yang diciptakan oleh Allah dari tanah atau unsur-unsur tanah.

Dengan pemahaman hakikat yang demikian, maka ayat tersebut menjadi lebih universal dan dapat diterima, baik oleh manusia yang bergender lelaki maupun perempuan, karena setiap diri – lelaki dan perempuan – sejatinya memang terdiri dari sebuah pasangan antara ruh – lelaki – dan al-basyar – perempuan – yang berpadu dalam satu diri. Maka, Allah menyebut azwaja yang berarti pasangan atau isteri dalam ayat tadi dengan kata kholaqo yang berarti diciptakan, karena memang dari sejak awalnya keberadaan jasad manusia memang berasal dari proses penciptaan Allah secara bertahap.

Sehingga dapatlah dipahami bahwa jasad atau jasmani manusia yang secara hakikat digolongkan sebagai perempuan, adalah isteri bagi ruh. Kadang-kadang – selain istilah isteri atau pasangan – Allah juga menyebut jasad itu dengan istilah ladang untuk menunjukkan tempat para ruh – yaitu lelaki – bercocok tanam, memanfaatkannya untuk menghasilkan sesuatu dan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Kadang-kadang, Allah menyebut isteri atau pasangan itu sebagai pakaian untuk menegaskan betapa pentingnya keberadaan pasangan itu dalam pergaulan hidup kolektif.

Maka, kiranya dapat dipahami bahwa isteri atau pasangan, yang kadang-kadang disebut sebagai ladang dan pakaian itu memang sengaja diciptakan oleh Allah sebagai kelengkapan hidup khalifahNya. Jadi, sesungguhnya khalifah yang dimaksud oleh Allah dalam konteks penciptaan manusia adalah ruh itu. Tetapi, ruh sendirian tanpa pasangan yang berupa jasad atau jasmani, dia tidak akan dapat mengolah bumi Tuhan yang diamanatkan kepadanya. Harus ada pasangan, dan dipilihnya tanah yang berasal dari bumi itu sebagai bahan utama diciptakannya jasad. Allah bermaksud, supaya ada rasa kedekatan antara jasad manusia dengan bumi Tuhan yang hendak diolah oleh khalifah Tuhan.

Tetapi secara eksplisit, Allah menyebut tujuan penciptaan pasangan yang disebut isteri itu supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Yakni supaya ruh menjadi menyukai keberadaan jasad dan tenteram berada di dalamnya. Tetapi yang terutama penting kita sadari adalah agar antara ruh dan jasad itu terbina atau terjalin rasa kasih dan sayang. Ruh mengasihi dan menyayangi jasad, karena ia menyadari tanpa keberadaan jasad, ruh bukanlah mahluk unggulan Tuhan. Dia menjadi unggul justru karena dia diberi pakaian berupa jasad.

Sebaliknya, jasad juga harus menyayangi ruh, dalam pengertian dia harus ikhlas dan rela dimanfaatkan oleh ruh untuk mencari karunia Allah di bumi Tuhan yang luas. Jasad harus ikhlas dan rela dijadikan kendaraan bagi ruh dalam menempuh perjalanan spiritual sehingga dia mencapai derajat atau maqom ruhaniah yang tinggi hingga menjadi kekasih Allah, yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.

Rasa kasih sayang secara hakikat adalah adanya hubungan timbal balik, sehingga tercapai keselarasan pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruh melalui interaksi positif. Maka secara hakikat, jasad atau jasmani manusia inilah yang sesungguhnya dinamai Padang Arofah, atau padang pengenalan antara jasad/jasmani dengan ruhani. Di sini pula ruh melakukan wukuf, dari kata waqof, yaitu beristirahat sejenak dari sejak matahari berada di puncak ketinggiannya sampai terbenamnya. Hal ini menegaskan, bahwa kehidupan manusia di dunia ini adalah satu etape perjalanan menuju Sang Khaliq yang waktunya amat pendek. Manusia perlu memahami hal ini, dengan mengeksplorasi potensi jasmaniah dan ruhaniahnya secara optimal.

Wallohua’lam. [*]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas saran, pendapat ataupun komentarnya yang membangun...