Senin, 12 April 2010

Tv One, Polisi, dan Markus 'Aspal' [tamat]

Dus, tindakan polisi menyita berbagai berbagai kelengkapan kerja jurnalis dan naskah-naskahnya, adalah proses hukum yang sangat membingungkan bagi saya. Dewan Pers atau KPI harus menolak bukti-bukti itu dari tangan polisi, dan memintanya sendiri dari tangan para pihak yang akan dimediasinya.

Dewan Pers atau KPI sebaiknya melakukan langkah-langkah yang sistematis dan terstruktur untuk mengurai benang (yang dibuat) kusut ini. Pertama, Dewan Pers atau KPI harus fokus pada mandatnya, yakni memverifikasi pengaduan masyarakat (dalam hal ini Polri) atas tuduhan rekayasa berita. Dewan Pers atau KPI harus mengaudit metodologi jurnalistik yang digunakan Tv One untuk menemukan narasumber anonim markus yang belakangan ternyata adalah Andris Ronaldi. Dari sanalah bisa dibuktikan, siapa yang membohongi siapa.

Kedua, Dewan Pers atau KPI harus menginvestigasi apakah redaksi Tv One terlibat pembocoran identitas sumber anonimnya kepada pihak lain, dan memastikan bahwa Indy Rahmawati atau Andris Ronaldi, tidak dalam posisi terintimidasi untuk menyeleraskan dengan “skenario” korporasi atau institusi tertentu.

Ketiga, Dewan Pers atau KPI harus mendesak Polri agar tidak gampang main pasal pidana dalam kasus ini.

Keempat, Dewan Pers atau KPI, harus merumuskan sanksi yang jelas dan tegas bila ternyata ada malpraktik jurnalistik dalam kasus ini, dan mengumumkannya kepada publik segamblang-gamblangnya, termasuk mengumumkan metodologi yang dipakai dalam menangani kasus ini agar transparan dan akuntabel.

Anggota Dewan Pers dan KPI yang di antaranya adalah para jurnalis senior, seyogyanya tetap obyektif dan berpihak pada publik, dengan tidak terjebak suasana “psikologi perkawanan” dengan elit-elit media yang sedang diperiksanya. (*)

Penulis adalah Dewan Pengawas LBH Pers, Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Copyleft: silakan disebarluaskan, dikutip, atau dipublikasikan (dengan atau tanpa izin penulis).


[tamat]

Tidak ada komentar: