Jumat, 08 Mei 2009

Biaya Promo Politik

Dari teman: iwan piliang

Promo Politik

USAI mengikuti kuliah Bill Gates di Balai Sidang, Jakarta, 9 Mei 2008, pukul 10.00. saya mampir ke sebuah ruang di kanan pintu ke luar. Di situ rupanya Bank BNI sebagai salah satu sponsor event yang diselenggarakan pemerintah dan Kadin Indonesia itu, menyediakan kopi, teh dan makanan kecil; gratis untuk undangan baik ketika datang maupun usai acara. Ada kue sus panjang, berasa coklat.
Di dalam ruangan masih banyak tampak kawan-kawan dari Kadin Indonesia dan kalangan media. Dari media, saya melihat ada kolega saya dulu di SWA, Kemal Efendi Gani, kini Pemimpin Umum. Ada Praginanto, mantan wartawan Tempo, kini Pemimpin Redaksi www.inilah.com. Ada pula Hersubeno Arief, wartawan Metro TV yang pindah ke ANTV, kini tidak lagi bekerja sebagai wartawan, tetapi sudah menjalankan usaha sendiri di bidang jasa komunikasi. Pengusaha yang kini berbisnis televisi, Eric Tohir dan Anindya Bakrie, juga tampak larut menenggak kopi.
Dari Hersubeno Arief, saya mendapatkan kabar, bahwa Soetrisno Bachir, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang melakukan kampanye dirinya dalam rangka memperingati seabad kebangkitan nasional, membelanjakan uang Rp 30 miliar.Perusahaan jasa yang mengelola dana tersebut, konon, bernama Fox, yang dikomandani oleh Rizal Malarangeng. Hasilnya, kini dapat dilihat di televisi, spot iklan Soetrisno Bachir, masing-masing berdurasi 30 detik, menghiasi layar kaca. Dalam salah satu spot iklan, isteri Sutrisno Bachir ikut serta tampil.Jika saja angka Rp 30 miliar itu dibelanjakan untuk memperbaiki bangunan sekolah SD, yang kini banyak yang rusak di seluruh Indonesia, masing-masing Rp 100 juta saja, maka 300 sekolah bisa dapat direnovasi. Jika dana itu dibelikan satu unit komputer seharga Rp 5 juta, sebagai bantuan bagi sekolah-sekolah yang tak memiliki komputer, maka 6.000 sekolah berkomputer baru.
Jika pilihan melakukan kampanye dengan jalur berbuat sesuatu yang kongkrit, bukan sebatas membeli slot iklan, akan lain cerita. Bisa jadi hal itu akan memberikan citra positif berbeda. Apalagi Soetrisno Bachir, menempatkan menterinya, Bambang Soedibyo, kader PAN, sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Sehingga berbuat bagi pendidikan, menjadi sebuah alur “meningkatkan” citra yang selanggam seirama.
Faktanya lain. Kenyataan Soetrisno Bachir tidak mengambil jalan berkegiatan kehumasan melalui langkah nyata di masyarakat. Ia memilih menebarkan iklan dalam bentuk promo ke televisi, beriklan di koran dan majalah, juga ke: billboard seukuran lapangan basket yang dipasang di Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Apakah langkah ini salah? Tidak! Agaknya hanya urusan kepatutan, sesuatu yang bisa jadi subjektif adanya.
Saya menganal Soetrisno Bachir sejak 1985, kala ia menjadi pemimpin kelompok usaha Ika Muda. Ia sempat masuk ke dunia penerbitan; menerbitkan majalah Anda Barometer Orang Sukses (BOS), di mana kolega saya kala itu menjadi Pemrednya, Mukhlis Gumilang. Ia pun menerbitkan majalah Prospek, Harian Berita Buana, majalah Aneka. Di media Trisno - - begitu ia akrab disapa - - mengalami kerugian signifikan, puluhan miliar, awal 1990-an.
Ika Muda juga pernah terjun ke bisnis tambak udang. Kini Trisno telah membangun kelompok usaha baru, Sabhira. Ia konon salah satu pemegang saham PT Bumi Resources TBk, perusahaan tambang batubara, di dalam kelompok usaha Bakrie.
Di saat bisnis ekspor batubara kini sedang berkibar, uang Ro 30 miliar, bisa jadi relatif kecil - - bagi pelaku eksportir batubara. Sebaliknya bagi rakyat kebanyakan, angka itu menjadi sebuah mimpi yang cuma ada di awang-awang. Karenanya melalui SMS saya menkonfirmasi kepada Trisno: Apakah benar belanja iklannya Rp 30 miliar? Jika benar bagaimana di saat banyak rakyat susah berbelanja iklan media?
Trisno tidak menjawab subtansi pertanyaan saya. Melalui SMS balik ia menjawab, “Kenapa bangsa kita nggak maju? Karena pikiran yang ada dalam kepala kita: iri, dengki, su’udhon (berburuk sangka), curiga, tidak suka melihat orang lain berhasil, dll … Marilah kita rubah cara berpikir kita yang positif, menggunakan mindset berkembang, dll untuk menuju Indonesia baru yang adil berkemakmuran, makmur berkeadilan …Salam.”Saya mengirim SMS balik: Sip, sepakat. Secara pribadi jika dana Rp 30 miliar dibuat untuk membantu masing-masing SD yang rusak akan sangat berarti tentu. Pertanyaan tadi berkait ke pilihan PR (public relation). Bukan urusan iri dan dengki?
“Marilah kita ber ‘fastabiqul khoiroot’ untuk rakyat dan bangsa Indonesia,” balas Trisno di-SMS-nya. Lagi-lagi ia tak menjawab subtansi pertanyaan saya.Jika saja Trisno berpikir jenaka, plus karena saya sebagai penanya adalah sosok yang dikenalnya, bisa sesungguhnya dia menjawab begini: “Ah, iya nih, bagus, terima kasih masukan Anda, kapan ya kita ngobrol, kongkow, ngopi bareng?”
Trisno tak demikian.Bila kemudian nada sumbang yang ada di pikirannya dalam membalas SMS, bila masyarakat marjinal kebanyakan menilai miring iklan Trisno, menjadi sah-sah saja adanya. Begitu juga terhadap sosok lain yang mengahmbur-hamburkan dana promosi di televisi.Jika saya teruskan kalkulasi angka, ihwal iklan tiga sosok yang kencang berpromosi kini - - ditambah dengan Prabowo, Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dan Wiranto, Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat). Misalkan dua nama ini berbelanja iklan sama dengan dana awal promo Trisno, maka sudah berjumlah Rp 90 miliar. Itu artinya setara 18 ribu komputer berharga masing-masing Rp 5 juta yang dapat diberikan ke sekolah.

Tidak ada komentar: