Minggu, 10 Mei 2009

Perjalanan Eksploitasi Sumber Daya Alam Kal-Sel

Perjalanan Eksploitasi Sumber Daya Alam Kal-Sel
(Ditulis oleh Dirilis Ulang Oleh: Ikhsan Bhuana/374)

Perjalanan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Kalsel seakan tidak mau berhenti, dari suatu motif ke motif lain. Jika merujuk sejarah eksploitasi yang ada, di mulai dari masa kolonial sampai sekarang tentunya akan terutai bagaimana alam di kalsel terus dikuras. Mulai dari masa kolonial & masa kerajaan Banjar, perubahan hutan untuk perkebunan lada, kemudian dari lada ke pertambangan, kemudian hutan di konversi menjadi perkebunan karet, hutan di jadikan kawasan produksi kayu.

Pada masa kemerdekaan sebelum masa orde baru, alam kalimantan Selatan sedikit di istirahatkan. Pada orde barueksploitasi dilanjutkan kembali, dimulai dengan pengurasan hutan oleh kegiatan HPH pada akhir tahun 60-an dan terus menuju kebangkrutan hingga sekarang. Babak selanjutnya kegiatan Hutan Tanaman Industri dengan alasan untuk rehabilitasi dan mencukupi kebutuhan industri. Hampir secara bersamaan perkebunan besar kelapa sawit dan pertambangan batubara menambah beban ekologis Kalimantan Selatan pada pertengahan 80 –an dan mencapai puncaknya pada awal 2000-an. A. Masa kolonial : Revolusi Industri di Eropa pada abad ke- 18 membawa perubahanbesar bukan cuma di eropa tapi juga berpengaruh pada bagian belahan bumi lainnya termasuk di Indonesia yangmenjadi daerah jajahan Belanda. Penemuan kapal dengan menggunakan mesin uap menyebabkan Belanda pada
pertengahan abad ke- 19 sudah menggunakan kapal uap sebagai pengganti kapal layar. Mula-mula kapal uap yang memakai roda berputar di bagian sisi kiri kananya, dan paling akhir memakai baling-baling biasa. Kapal-kapal uap ini memakai batu bara sebagai sumber energi yang di impor dari Eropa. Semakin banyak kapal uap dan industri di eropayang menggunakan batu bara menyebabkan permintaan batu bara menjadi naik pula disisi lain import dari eropa tidak begitu lancar. Belanda di Kalimantan Selatan yang gentol memonopoli perdagang lada dan mengangkutnya dengan menggunakan kapal uap membutuhkan stok batu bara yang banyak. Permintaan pasar eropa terhadap batu bara membuat Belanda ingin melakukan penambangan batubara bukan Cuma untuk memenuhan kebutuhan mereka tapi juga untuk di jual. Mulailah Belanda menyusun stategi dan mencari sumber-sumber tambang batubara. Tambang Batu Bara Oranje Nassau Kalimantan Selatan di pandang oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai sumber potensi lada dan potensi pertambangan. Potensi tambang yang menjadi incaran pemerintah Belanda pada waktu itu adalah intan dan batu bara. Belanda memperoleh informasi bahwa di daerah Riam Kiwa ditemukan lapisan batu bara. Informasi ini menyakinkan Belanda dan sejak itu perhatian terhadap Kerajaan Banjar lebih intensif. Pada waktu itu di Kalimantan Selatan, kerajaan Banjar masih berkuasa dan dipimpin oleh Sultan Adam. Sistem di kerajaan Banjar mengatur adanya sistem tanah Apanase. Apanase merupakan istilah terhadap tanah milik kerajaan banjar yang diberikan konsesi
pengelolaannya kepada orang atau kelompok berlangsung antara tahun 1826-1860. Sultan mempunyai hak untuk mengatur produksi yang dihasilkan dari penggarapan tanah sesuai dengan adat kerajaan turun temurun. Tanah apanase kebanyakan diberikan kepada keturunan dan sanak saudara kerajaan, dengan pertimbangan sebagai pengganti pembanyaran gaji mereka. Sistem apanase inilah menyebabkan Belanda tidak bisa langsung dapat menguasai tanah untuk kegiatan pertambangan. Belanda kemudian menyewa tanah apanase milik pangeran Mangkubumi Kencana.

Tidak ada komentar: