Sabtu, 25 April 2009

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan @bag..2

(Samb bag1)
....Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli lingkungan. Untuk keperluan ini Agenda 21 disarankan menggunakan empat pilar pembangunan berkelanjutan (Soemarwoto: 2003), yaitu pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro gender dan pro lapangan kerja.
Persaingan bisnis dewasa ini dapat dikategorikan sebagai pertarungan pembentukan dan penjagaan image di mata konsumen/klien. Di sinilah korporasi dapat unggul dengan pembentukan corporate image yang ramah lingkungan dan memiliki kepekaan sosial. Keuntungan lain, dengan situasi dan kondisi usaha yang aman dan harmonis dengan warga sekitar, membuat perusahaan dapat menjalankan bisnisnya secara nyaman pula.
Pelaksanaan community development dapat dimaknai sebagai bentuk pengejawantahan dari corporate social responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) terhadap masyarakat sekitar. Diharapkan, pelaksanaan community development menjadi sarana pembangunan masyarakat yang sesuai dengan konsep suistanable development dan pengaturan hukum yang responsif.
Peran hukum
Mochtar Kusumaatmadja (2002:88) mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders) dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur.
Kita berharap adanya peraturan yang baik serta dijalankannya law enforcement. Peraturan yang baik berarti peraturan yang memenuhi nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). Bukan saja masyarakat sekitar lokasi perusahaan, melainkan juga masyarakat dunia usaha itu sendiri. Beberapa korporasi mulai sadar akan pentingnya menjalankan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tapi lebih banyak lagi korporasi yang mangkir dari kewajibannya itu. Karena itu perlu suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan jenis tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam rangka law enforcement dan peningkatan ekonomi lokal dan nasional. Berbagai penelitian menunjukkan korelasi positif antara CSR dan finansial perusahaan. Perusahaan yang menerapkan CSR justru memiliki kondisi keuangan yang baik. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melainkan investasi perusahaan.
Selama ini CSR memang bersifat sukarela (voluntarily), wajar jika penerapannya pun bebas tafsir berdasarkan kepentingan masing-masing. Di sinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat dan daya paksa. Tanggungjawab perusahaan yang semula adalah responsibility (tanggungjawab non hukum) akan berubah menjadi liability (tanggungjawab hukum). Otomatis perusahaan yang tidak memenuhi peraturan perundang-undangan dapat diberi sanksi. Kebijakan yang pro masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan ditengah arus zaman neo liberalisme.
Dengan mematuhi berbagai peraturan hukum, maka perbedaan korporasi sebagai pencari untung yang sebesar-besarnya, dengan pihak masyarakat, dapat dijembatani secara elegan. Hukum berfungsi sebagai panduan untuk menentukan sikap dan tingkah lakun sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing. Jika kemitraan ini terjalin baik, korporasi dan masyarakat dapat berhubungan secara simbiosis mutualistik dengan berdasarkan kekeluargaan. Konsep kemitraan dan kekeluargaan tampaknya merugikan korporasi, karena dia harus 'berbaik-baik' dengan masyarakat sekitar, dan berkontribusi dalam pembangunan daerah sekitar.
Tapi jika berpikir secara strategis, konsep ini justru dapat sangat menguntungkan pihak pengembang. Dengan kemitraan dan kekeluargaan, akan tumbuh trust (rasa percaya) dari masyarakat sekitar. Sense of belonging (rasa memiliki) perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat berpandangan bahwa kehadiran korporasi di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat. Menjadi logis, ketika kesadaran ini muncul, masyarakat siap untuk memberi kontribusi kegiatan korporasi. Kalau ini menjadi kenyataan, interaksi harmonis korporasi, masyarakat dan pemerintah akan terdengar bagai irama lagu yang menyejukkan jiwa. Siapkah korporasi dengan hati yang tulus dan konsep yang cerdas melakukan ini semua? Semoga saja.***
Penulis, mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Bisnis Universitas Padjadjaran.

Tidak ada komentar: