Minggu, 07 Maret 2010

Anggaran dan Program Kemiskinan


DI tengah kemelut bailout Bank Century - yang diwarnai kericuhan memalukan dan lobi-lobi alot Pansus DPR - yang menyedot begitu banyak energi nasional, kita dibuat lupa dengan kenaikan harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini, khususnya beras dan gula yang meningkat antara 15–20 persen.

Hal ini tentu menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat lagi. Pada 2009 sebenarnya penduduk miskin sudah menurun menjadi sebesar 32,5 juta atau 14,15 persen dibandingkan dengan tahun 2008 yang berjumlah 35 juta atau 15,5 persen. Ciri-ciri peningkatan tersebut terlihat ketika masyarakat melakukan substitusi kebutuhan pokoknya dengan bahan inferior seperti ubi-ubian, khususnya di perdesaan yang merupakan lokasi penduduk miskin terbesar.

Substitusi menjadi ubi-ubian sebenarnya tidak salah dan merupakan hal yang perlu didorong untuk menghilangkan ketergantungan pada beras,tetapi karena kualitas pengolahan yang kurang, hal itu menyebabkan inferioritas dan menurunnya kepuasan serta timbul perasaan menjadi lebih miskin. Pangan memang masih merupakan belanja utama kelompok miskin yang menyedot sampai hampir 74 persen pengeluaran. Besarnya anggaran pangan sekaligus menyebabkan rendahnya kualitas perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatannya.

Alokasi Anggaran Kemiskinan

Seiring peningkatan APBN yang pesat yang merupakan kesuksesan peningkatan pendapatan dari sektor pajak, anggaran penanggulangan kemiskinan dalam empat tahun terakhir juga meningkat hingga tiga kali lipat, dari 23 triliun pada 2005 menjadi 66,2 triliun pada 2009.Tahun ini pemerintah berencana mengeluar kan berbagai pos yang dapat dikategorikan sebagai dana kemiskinan sampai Rp94 triliun.

Dari jumlah itu, pengeluaran yang berbentuk charity atau bantuan langsung sebesar Rp60 triliun. Dana tersebut akan dipergunakan antara lain untuk program beasiswa bagi 20 ribu siswa, bantuan internet bagi 7.500 sekolah,dan bantuan beras bagi 17,5 juta warga miskin berbentuk penjualan beras murah. Selanjutnya, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan anggaran Rp12 triliun dan dana operasional puskesmas dengan dana Rp10 juta per puskesmas.

Mengenai alokasi dana kemiskinan terdapat dua alternatif yang dapat dipertimbangkan, yaitu apa-kah pemerintah dominan atau diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membelanjakannya. Jika pemerintah dominan, dana disampaikan dalam bentuk barang dan jasa yang ditentukan oleh pemerintah, misalnya beras untuk pangan; internet, beasiswa untuk jasa pendidikan dan jasa kesehatan.

Pemerintah dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuk rakyatnya sehingga diwujudkan dalam barang dan jasa pilihan pemerintah. Apabila masyarakat dibiarkan menentukan sendiri dengan bebas penggunaan dana kemiskinan, itu berarti masyarakat dianggap dewasa. Misalnya, pemerintah tidak menentukan beras sebagai komoditas intervensinya, maka dana kemiskinan bisa berbentuk voucher yang masyarakat dapat dengan bebas menukarkannya untuk pangan yang lain, misalnya ubi, jagung, atau bahkan roti atau gandum.

Voucher pangan relatif lebih baik dan mudah administrasinya karena pemerintah tidak perlu melakukan pengadaan pangan yang sangat rawan. Sistem buffer stock komoditas ini telah memakan banyak korban dengan memenjarakan banyak pejabat tertinggi di institusi ini.Lebih banyak pejabat tertinggi Bulog yang berakhir di penjara daripada yang mulus.Hal ini tentu disebabkan oleh sistem yang sangat rawan.

Dengan memberikan bentuk voucher, peran Bulog bisa berubah menjadi BUMN yang bertugas menjaga keseimbangan supply dan demand pangan pada harga pasar yang diharapkan.Harga beras yang meningkat sebenarnya tidak terlalu salah karena hal itu akan memberi insentif bagi petani yang selama ini mengalami defisit atau kerugian secara bisnis.

Selisih harga jual dikurangi biaya produksi sangat minim dan hal itu disebabkan oleh tidak diperhitungkan nya upah sendiri. Kenaikan harga beras bagaimanapun memberi ruang yang lebih baik bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya. Demikian juga voucher pendidikan, dapat dipakai oleh siswa pergi ke institusi pendidikan di mana saja yang mereka mau.

Institusi pendidikan swasta menampung setengah dari generasi muda. Institusi ini diwajibkan bersaing dengan institusi negeri yang didukung pemerintah. Kenyataannya institusi pendidikan swasta dilaksanakan oleh yayasan yang berasal dari swadaya masyarakat yang tidak bisa dibilang kaya, sebut saja dua penyelenggara pendidikan terbesar, yaitu Muhammadiyah dan NU. Anggaran pendidikan swasta umumnya sangat rendah dan menyebabkan kualitas pendidikan dari setengah generasi muda dipertaruhkan.

Bantuan Langsung dan Batasannya

Jumlah penduduk miskin di Indonesia dan penduduk rawan miskin di atasnya diperkira kan 40 juta. Dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan alokasinya,maka dari Rp60 triliun anggaran kemiskinan yang dibagi langsung kepada 40 juta penduduk diperoleh angka Rp1,5 juta per orang per tahun. Hal ini merupakan angka yang sangat berarti bagi penduduk miskin.

Katakanlah sebuah keluarga miskin memiliki anggota keluarga 4 orang,maka perolehan per keluarga adalah Rp6 juta setahun atau Rp500 ribu sebulan. Pemberian bantuan Rp500 ribu sebulan dan membiarkan keluarga miskin membeli beras, gula pada harga pasar yang sedikit lebih tinggi merupakan program yang spektakuler.Dengan cara langsung seperti itu, angka kemiskinan langsung turun drastis.

Mengapa bantuan yang dipilihkan bentuknya oleh pemerintah sulit menurunkan angka kemiskinan? Hal ini disebabkan birokrasi yang tidak efisien dan tidak mengena sasaran. Dengan menyajikan barang dan jasa, sebenarnya pemerintah membayar birokrasi sendiri, bukan membayar orang miskin. Diversifikasi pangan dan industri daerah diperkirakan akan tumbuh pesat dengan sistem bantuan langsung.

Sebab, rakyat miskin akan menjadi permintaan riil dan hal itu akan memberi insentif produksi. Yang menjadi persoalan adalah siapa yang berhak menerima dana kemiskinan yang diusulkan berbentuk voucher tersebut? Pengalaman yang panjang kita memperlihatkan kerancuan di mana banyak orang yang tidak berhak atau tidak layak ikut menerima berbagai bantuan.

Hal ini perlu dirumuskan dengan formula yang lebih operasional.Umur pensiun yang dapat ditetapkan, misalnya lima tahun di bawah harapan hidup,dapat dijadikan patokan untuk dasar pembagian dan mudah diamati serta diadministrasi, ditambah adanya anak-anak yang lahir sampai umur tertentu yang rawan pertumbuhan.

Variabel umur mulai masuk pensiun dan variabel umur akhir santunan bagi bayi ditambah kelompok orang difable yang bersifat fixed dapat disimulasikan sampai ketemu 40 juta penerima. Formulasi itu kemudian menjadi rumus atau formulasi nasional yang ditetapkan dengan undang-undang dan di-backup dengan administrasi yang makin tahun harus makin baik.

Penanganan kemiskinan tidak perlu menunggu kita menjadi kaya karena yang lebih penting dari program ini adalah munculnya solidaritas nasional kepedulian dan sistem nasional yang makin mapan ke depan. Pada tahun-tahun awal tentulah terdapat banyak masalah dengan sistem voucher atau bantuan langsung ini, oleh sebab itu ada baiknya melibatkan perbankan yang akan saling memperkuat industri yang satu ini. (*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta
(//rhs)

Tidak ada komentar: