Rabu, 29 Juli 2009

Rupiah Menguat, Bayar Utang Makin Ringan


Kamis, 30 Juli 2009 | 07:54 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir ini akan membuat APBN 2009 lebih stabil karena pembayaran utang pemerintah menjadi semakin ringan. Hal ini akan menekan kebutuhan pembiayaan dalam menutup defisit anggaran.

Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal tersebut di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/7).

Nilai tukar rupiah berada di level Rp 9.975 per dollar AS pada perdagangan Rabu, atau melemah 30 poin dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Akan tetapi, secara rata-rata, nilai tukar rupiah menguat 9,79 persen pada periode Maret 2009 dibanding Juli 2009.

Ini meringankan beban cicilan pokok utang yang per Juni 2009 sebesar Rp 35 triliun, lebih tinggi dibanding beban cicilan per Juni 2008 yakni Rp 28,5 triliun.

Total utang Pemerintah Indonesia hingga 29 Mei 2009 mencapai Rp 1.700 triliun, yakni pinjaman luar negeri Rp 732 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 968 triliun. Jumlah ini meningkat ketimbang 2008 yang hanya Rp 1.636 triliun, yaitu pinjaman luar negeri Rp 730 triliun dan SBN Rp 906 triliun.

Penguatan kurs rupiah, kata Sri Mulyani, tidak lepas dari persepsi positif pelaku usaha terhadap Indonesia. Persepsi itu tidak lepas dari realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,4 persen pada triwulan I-2009 dan diperkirakan akan mencapai 3,7 persen pada triwulan II-2009.

”Pada triwulan I-2009, banyak indikator yang memperlihatkan pelambatan yang nyata sehingga beberapa kegiatan ekspor-impor menunjukkan pertumbuhan negatif. Kami mencoba mengelola agar dampak krisis keuangan global tidak memengaruhi ekonomi dalam negeri secara lebih parah,” ujar Menkeu.

Dampak krisis

Hasil pemantauan dini Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan terhadap perekonomian nasional per 15 Juli 2009 menunjukkan dampak negatif dari krisis keuangan dan ekonomi global terhadap transaksi ekspor dan impor Indonesia.

Pada triwulan I-2009, pertumbuhan ekspor minus 19,1 persen dan impor minus 24,1 persen terhadap ekspor dan impor triwulan I-2008. Adapun pada triwulan II-2009, pertumbuhan ekspor masih minus 14,4 persen dan impor negatif 20,4 persen terhadap triwulan II-2008.

Ini menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 maksimal hanya akan mencapai 4,3 persen, jauh lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2008, yakni 6,1 persen.

Pengusaha otomotif, Gunadi Sindhuwinata, menyebutkan, tanda-tanda pemulihan di industri kendaraan bermotor mulai terlihat manakala 1.500 unit mobil yang tersimpan sebagai stok di berbagai dealer ataupun di pabrikan habis dibeli pada Juni 2009.

”Itu menandakan ada gerakan ekonomi di Indonesia. Pada tahun ini, diperkirakan mobil yang dijual 440.000 unit, lebih tinggi 20.000 unit dibandingkan perkiraan awal,” ungkapnya.


OIN

Tidak ada komentar: